MAKALAH SEJARAH INDONESIA“KERAJAAN MATARAM ISLAM”
Oleh :
Nama : Harvey Pratama Putra
No :
11
Kelas : X RPL 3
SMK TI BALI GLOBAL
DENPASAR
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat rahmat-Nya lahkami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan
Mataram Islam”. Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Nusadua,
03 Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kerajaan
Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan islam terbersar yang ada ditanah
air khususnya di pulau jawa. Kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam terbesar di
Jawa yang hingga kini masih mampu bertahan melewati masa-masa berakhirnya
kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia, walaupun dalam wujud yang berbeda
dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat pemerintahan swa-praja, yaitu
Kasunanan Surakarta, sejak runtuhnya
dua kerajaan itu, Mataramlah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki
banyak kisah dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak
Mataram berkembang dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang.
Karena itu informasi tentang kerajaan mataram islam tidak begitu sulit kita
dapat karena hingga saat ini kerajaan tersebut masih eksis di tanah Jawa
walaupun dengan konteks yang berbeda.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam ?
2. Dimana
letak Kerjaan Mataram Islam ?
3. Bagaimana
bentuk sistem pemerintahan Kerajaan Mataram Islam ?
4. Bagaimana
kehidupan ekonomi dan kehidupan Politik Kerjaan Mataram Islam ?
5. Bagaimana
Kehidupan sosial dan budaya Kerajaan Mataram Islam ?
6. Apa yang
menyebabkan Terpecahnya Kerajaan Mataram Islam ?
7. Apa saja
yang dilakukan Kerajaan Mataram Islam untuk memperluas wilayah Kerajaannya ?
8. Apa saja
peristiwa penting yang terjadi dengan Kerajaan Mataram Islam ?
9. Apa yang
menyebabkan runtuhnya Kerajaan Mataram Islam dan apa saja Peninggalan –
peninggalannya ?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
lebih dalam tentang Kerajaan Mataram Islam.
2. Mengetahui
letak dari Kerajaan Mataram Islam, dan bentuk sistem pemerintahannya.
3. Mengetahui
perkembangan kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya rakyat Kerajaan Mataram Islam.
4. Mengetahui
bagaimana cara memperluas wilayah dan penyebab terpecahnya Kerajaan Mataram
Islam.
5. Mengetahui
peristiwa – peristiwa penting tentang Kerajaan Mataram Islam.
6. Mengetahui
penyebab runtuhnya dan peninggalan – peninggalan Kerajaan Mataram Islam.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Berdirinya Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan
Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah
tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah
kerajaan Demak runtuh, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa
Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang
berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga
kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah
sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat
membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki
Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara
tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil mengalahkan
dan membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan
anak angkat dari raja Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak
angkat Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan memberitahukannya
kepada Sultan Adiwijaya. Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan agar Ki
Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang
membunuh Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan
Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.
Pemanahan
berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan
lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai
atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya,
Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar.
Sutawijaya kemudian berhasil memberontak kepada Pajang. Setelah Sultan
Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan
Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian dari Mataram yang beribukota di Kotagede.
Senopati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601. Selama pemerintahannya boleh
dikatakan terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan
Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut.
Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senopati dalam babad dipuji
sebagai pembangun Mataram.
2.2 Letak Kerajaan
Mataram Islam
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat
kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede.
Dalam sejarah Islam, Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang cukup penting
dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Hal ini terlihat
dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan para
penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga
pengembangan kebudayaan yang bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram Islam sesungguhnya berawal dari keluarga
petani, begitulah yang tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya
Ki Gede
Pamanahan mendirikan desa kecil di Alas Mentaok (alas= hutan) yang kemudian
menjadi sebuah kota yang semakin ramai dan makmur hingga disebut Kota Gede
(kota besar). Disana lalu di bangun benteng dalam (cepuri) yangmengelilingi
kraton dan benteng luar (baluwarti) yang mengelilingi wilayah kota seluas ± 200
ha. Sisi luar kedua benteng ini juga di lengkapi dengan parit pertahanan yang
lebar seperti sungai.
Wilayah kekuasaan Mataram mencapai Jawa Barat (kecuali
Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sukadana (Kalimantan Selatan), Nusa
Tenggara. Palembang dan Jambi pun menyatakan vasal kepada Mataram.
2.3 Sistem
pemerintahan Kerajaan Mataram Islam
Setelah Panembahan
Senopati meninggal kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang bernama Mas Jolang
atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12 tahun
(1601-1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman
Danalaya di sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau
meninggal di hutan Krapyak ketika beliau sedang berburu. Selanjutnya
bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah
pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota
kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga menaklukkan
daerah pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Beliau juga
merupakan penguasa yang secara besar-besaran memerangi VOC yang pada saat itu sudah
menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam bidang kebudayaan adalah Grebeg
Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal pada tahun 1645
Ia diganti
oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi
sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai
dengan banyak pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke Kerta.
Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama dan
bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan
Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya)
melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum,
(dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Ia
digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga
dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703.
Ia sangat tunduk kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya
Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai
konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian
akibat perang.
Setelah
Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan oleh
anaknya yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat
menentang VOC. Karena pertentangan tersebut VOC tidak setuju atas pengangkatan
Sunan Amangkurat III sehingga VOC mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger).
Pecahlah perang saudara (perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan
Paku Buwana I, namun Amangkurt III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC.
Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam
pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya,
dalam hal ini VOC kembali turut andil di dalamnya. Sehingga kembali pecah
perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan Prabu atau Sunan Amangkurat IV
meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa
pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC.
Paku
Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di
Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura
berhasil menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa
ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya
pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China menggempur
kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga.
Dengan
bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak
poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744). Setelah
itu terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku Buwana
menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum pemerontak dengan janji akan
memberikan tanah di Sukowati (Sragen sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil
tetapi Paku Buwono II mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai
dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan pemberontakan bersama-sama hingga
pecah Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755).
Paku
Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua dan akhirnya jatuh sakit
dan meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat
Paku Buwana III. Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan,
bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan
Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan
Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus
seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah Suci) untuk
mengajak Mangkubumi berdamai.
Ajakan itu
diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan
Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua. Bagian
barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar
Hamengku Buwana I dan mendirikan Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur
diberikan kepada Paku Buwana III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu
Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan
Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III. Raja-Raja Mataram Islam :
1
Panembahan
Senopati (1584-1601 M)
2
Mas
Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3
Mas
Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4
Amangkurat
I (1646- 1676 M)
5
Amangkurat
II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6
Sunan
Mas atau Amangkurat III pada 1703 M)
7
Pangeran
Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
8
Amangkurat
IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9
Paku
Buwana II (1727-1749 M)
10 Paku Buwana III pada 1749 M
pengangkatannya dilakukan oleh VOC.
11 Sultan Agung.
2.4 Kehidupan
Ekonomi dan Politik Kerajaan Mataram Islam
a.
Kehidupan Ekonomi
Letak kerajaan Mataram di pedalaman,
maka Mataram berkembang sebagai kerajaan agraris yang menekankan dan
mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan tetap
diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-daerah
pesisir. Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan. Dalam
bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di
Jawa Tengah, yang daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di
samping kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang
perdagangan, beras merupakan komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor
karena pada abad ke-17 Mataram menjadi pengekspor beras paling besar pada saat
itu. Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung
oleh hasil bumi Mataram yang besar.
b.
Kehidupan Politik
Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Ia bergelar Panembahan Senopati, memerintah tahun
(1586 – 1601). Pada awal pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah
seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya
untuk memperluas dan memperkuat kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan
oleh putranya yaitu Mas Jolang
yang bergelar Sultan Anyakrawati
tahun 1601 – 1613.
Sebagai raja Mataram ia juga
berusaha meneruskan apa yang telah dilakukan oleh Panembahan Senopati untuk
memperoleh kekuasaan Mataram dengan menundukkan daerah-daerah yang melepaskan
diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum usahanya selesai, Mas Jolang meninggal
tahun 1613 dan dikenal dengan sebutan Panembahan
Sedo Krapyak. Untuk selanjutnya yang menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing alogo Ngabdurrahman,
yang memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan Agung merupakan raja terbesar dari
kerajaan ini. Pada masa pemerintahannya Mataram mencapai puncaknya, karena ia
seorang raja yang gagah berani, cakap dan bijaksana.
Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau
Jawa dikuasainya kecuali Batavia dan Banten. daerah-daerah tersebut
dipersatukan oleh Mataram antara lain melalui ikatan perkawinan antara
adipati-adipati dengan putri-putri Mataram, bahkan Sultan Agung sendiri menikah
dengan putri Cirebon sehingga daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.
Di samping mempersatukan berbagai
daerah di pulau Jawa, Sultan Agung juga berusaha mengusir VOC Belanda dari
Batavia. Untuk itu Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC ke Batavia
pada tahun 1628 dan 1629 akan tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan.
Penyebab kegagalan serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari
pusat Mataram ke Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk
berjalan kaki, sehingga bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat.
Dan daerah-daerah yang dipersiapkan untuk mendukung pasukan sebagai lumbung
padi yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya pasukan
Mataram kekurangan bahan makanan. Dampak pembakaran lumbung padi maka tersebar
wabah penyakit yang menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan belum
sempurna. Hal inilah yang banyak menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di
samping itu juga sistem persenjataan Belanda lebih unggul dibanding pasukan
Mataram.
2.5 Kehidupan Sosial
dan Budaya Kerajaan Mataram Islam
Sebagai
kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem
feodal. Dengan sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta
isinya. Untuk melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh seperangkat pegawai
dan keluarga istana, yang mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau
tanah garapan. Tanah lungguh tersebut dikelola oleh kepala desa (bekel) dan
yang menggarapnya atau mengerjakannya adalah rakyat atau petani penggarap
dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan adanya sistem feodalisme tersebut,
menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap
tanah-tanah yang dikuasainya. Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga
dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Sedangkan dalam
bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung serta seni sastra
berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam pembuatan
gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi
Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada masa Sultan
Agung.Contoh lain hasil perpaduan budaya Hindu-Budha-Islam adalah penggunaan
kalender Jawa, adanya kitab filsafat sastra gending dan kitab undang-undang
yang disebut Surya Alam. Contoh-contoh tersebut merupakan hasil karya dari
Sultan Agung sendiri. Di samping itu juga adanya upacara Grebeg pada hari-hari
besar Islam yang ditandai berupa kenduri Gunungan yang dibuat dari berbagai
makanan maupun hasil bumi. Upacara Grebeg tersebut merupakan tradisi sejak
zaman Majapahit sebagai tanda terhadap pemujaan nenek moyang.
2.6 Terpecahnya
Kerajaan Mataram Islam
Amangkurat I
memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu,
ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari
"Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat
I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya,
terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat
bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga
dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral),
sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan
pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura
(1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah
tercemar.
Pengganti Amangkurat II
berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719),
Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai
Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I
(Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan
perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in
exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru
dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram
menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13
Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama
diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa
Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah.
Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta
dan Kasunanan Surakarta.
2.7 Usaha – usaha
Kerajaan Mataram Islam dalam perluasan wilayah
Mataram
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Wilayah Mataram
bertambah luas meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat.
Sultan Agung di samping dikenal sebagai raaja juga pemimpin agama. Kehidupan
beragama mendapat perhatian dan pengembangan yang sangat pesat. Sultan Agung
dikenal juga sebagai pahlawan nasional karena perannya dalam mengusir penjajah
Belanda. Pengaruh Mataram saampai ke Palembang, Jambi, Banjarmasin, dan ke
timur sampai Gowa Makasar. Pengaruh ini ditandai adanya hubungan kerja sama dan
saling mengirim utusan antara daerah-daerah tersebut dengan Mataram. Kemajuan
yang dicapai pada masa pemerintahan Sultan Agung meliputi kemajuan di bidang
politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
·
Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan
Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda
di Batavia.
·
Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung
berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha ini dimulai dengan
menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, kemudian
Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islam di Pulau Jawa ini
ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu
Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu
Wandansari.
·
Anti penjajah Belanda
Sultan Agung
adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti
dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan
yang kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan. Adapun
penyebab kegagalannya, antara lain:
1
Jarak
yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram. Mereka harus
menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.
2
Kekurangan
dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi
lemah.
3
Kalah
dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang dimiliki kompeni Belanda yang
serba modern.
4
Banyak
prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan meninggal, sehingga semakin
memperlemah kekuatan.
5
Portugis
bersedia membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat laut, sedangkan
Mataram lewat darat. Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya Mataram dalam
menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
6
Kesalahan
politik Sultan Agung yang tidak menadakan kerja sama dengan Banten dalam
menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling bersaing.
7
Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan laut
dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan penyerangan lebih
awalm sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.
8
Akibat
penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini
diketahui Belanda sebelumnya.
·
Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi
meliputi hal-hal berikut ini:
1
Sebagai
negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan
beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan
penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan
irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke
Malaka.
2
Penyatuan
kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,
tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata
tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.
·
Bidang Sosial dan Budaya
Kemajuan dalam bidang sosial budaya
meliputi hal-hal berikut:
1. Timbulnya kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan
asimilasi antara kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya upacara Grebeg
yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan
doa-doa agama Islam. Saampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal,
Grebeg Maulud dan sebagainya.
2.
Perhitungan
Tarikh Jawa
Sultan Agung berhasil menyusun
tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang
didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah). Sejak tahun 1633 M (1555
Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh
komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru
berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian
dikenal sebagai “tahun Jawa”.
3.
Berkembangnya
Kesusastraan Jawa
Pada zaman kejayaan Sultan Agung,
ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat, termasuk di dalamnya kesusastraan
Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending yang
merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan. Kitab-kitab yang lain adalah
Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang
ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.
Pengaruh Mataram mulai memudar
setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M. Selanjutnya, Mataram pecah
menjadi dua, sebagaimana isi Perjanian Giyanti (1755) berikut:
·
Mataram
Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di bawah kekuasaan Paku Buwono III
dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
·
Mataram
Barat yang dikenal dengan Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi
yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di
Yogyakarta.
Perkembangan
berikutnya, Kesunanan Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan
Mangkunegaran (Perjanjian Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi
atas Kesultanan dan Paku Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan
Belanda dalam usahanya memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di
kuasai.
2.8 Peristiwa –
peristiwa penting di Kerajaan Mataram Islam
1.
1558 - Ki Ageng
Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya
mengalahkan Arya Penangsang.
2.
1577 - Ki Ageng
Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
3.
1584 - Ki Ageng
Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng
Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring
Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).
4.
1587 - Pasukan
Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan
Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
5.
1588 - Mataram
menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati
Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur
Kehidupan Beragama.
6.
1601 -
Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar
Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing
Krapyak" karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).
7.
1613 - Mas
Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro.
Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang.
Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu
Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura beliau menggunakan
gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an beliau
menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga
Abdurrahman".
8.
1645 - Sultan
Agung wafat dan digantikan putranya Susunan AmangkuratI.
9.
1645 - 1677 -
Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan
oleh VOC.
10. 1677 - Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret.
Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan
Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang diserahi tanggung jawab atas
ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing Ngalaga.
11. 1680 - Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibukota
ke Kartasura.
12. 1681 - Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.
13. 1703 - Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota
diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat III.
14. 1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan
sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan
Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.
15. 1708 - Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan
dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.
16. 1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan
digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu
Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723).
17. 1726 - Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan
digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
18. 1742 - Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak.
Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan.
19. 1743 - Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil
direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian
sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat
melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II
sebagai imbalan atas bantuan VOC.
20. 1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota
baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.
21. 1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi
menempati ibukota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan
saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta III
yang berlangsung lebih dari 10 tahun(1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram
menjadi dua kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.
22. 1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II
menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto
Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 12 Desember 1830 di Yogyakarta,
P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para
pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai
Susuhunan Paku Buwono III.
23. 1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan
pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari
Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
24. 1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata
dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November,
PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya
pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
25. 1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi,
ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua,
yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi
menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun
Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin
Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan
Hamengku Buwono I.
26. 1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. R.M. Said
diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang
terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kangjeng Gusti Pangeran
Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".
27. 1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
28. 1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat.
29. 1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal.
30. 1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata
Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku
Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kangjeng
Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
31. 1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca
nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian
Klaten menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi
secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Pepatih
Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de
facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda.
2.9 Runtuhnya
Kerajaan Mataram Islam dan Peninggalan – peninggalannya
1.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam
Sultan Agung tidak mempunyai
pengganti yang mumpuni sepeninggalnya. Putra mahkota sangat bertolak belakang
sifat dan kepribadiannya dengan sang ayah. Kegemarannya pada kehidupan
keduniawian telah mendorongnya ke jurang kehancuran kerajaan. Maka dimulailah
pemerintahannya sebagai raja Mataram bergelar Sunan Amangkurat I (1646-1677).
Raja ini mempunyai kebiasaan yang
berbeda dengan para pendahulunya. Gaya pemerintahannya cenderung lalim, tidak
suka bergaul (terasing) dan terlalu curiga dengan semua orang. Para pejabat di
zaman pemerintahan ayahnya dihabisi dengan bengis, entah dengan hukuman cekik
sampai mati untuk perkara-perkara yang sudah diatur (jebakan) atau dengan cara
dikorbankan menjadi memimpin armada perang ke luar Mataram. Hubungan antar
kerabat pun tidak berjalan baik. Bahkan dengan putra mahkotanya, Sunan
Amangkurat I terlibat bersaing dalam urusan wanita pilihan sebagai istri.
Kejadian ini memunculkan tragedi berupa tewasnya mertua dan saudara-saudara
raja. Karena putra mahkota didukung oleh kakeknya, P. Pekik (mertua Amangkurat
I) untuk menikahi seorang gadis cantik bernama Rara Oyi, putri Ngabehi
Mangunjaya dari tepi Kali Mas Surabaya. P. Pekik berasal dari Surabaya
terlibat membantu putra mahkota yang merupakan saingan sang raja dalam
perebutan putri tersebut.
Kebengisan sunan dapat dilacak dari
catatan pejabat Belanda maupun dalam babad Jawa.Banyak kejadian tidak masuk
akal pada pemerintahannya. Pernah sang raja mengatur pembunuhan untuk adiknya,
P. Alit. Karena sang adik dihasut para pangeran di kerajaan untuk
menuntut tahta. Bahkan raja pernah melakukan genocide terhadap lima ribu ulama.
Sifat bengis sunan ini telah menimbulkan sikap anti pati dan
ketakutan rakyatnya. Oleh sebab itu ketika terjadi serbuan dari kelompok P.
Trunajaya dari Madura, raja tidak mampu menangkisnya. Karena rakyat bersatu
padu menyerang istana. Sunan Amangkurat I menyingkir hingga meninggal karena
sakit dalam pelariannya di Wanayasa, Banyumas utara. Konon pula, untuk
mempercepat kematiannya, putra mahkota yang kelak menjadi Amangkurat II memberi
sebutir pil racun pada sang ayah. Amangkurat I dimakamkan di Tegalwangi, dekat
dengan gurunya yaitu Tumenggung Danupaya. Bagaimanapun buruknya Amangkurat
I, beliau tetap mempunyai karya besar. Dalam bidang arsitektur,
sunan membuat istana baru di Plered (selatan Kuta Gede) dengan konsep pulau
ditengah laut. Pembangunan istana Mataram tersebut dilandasi oleh sifatnya yang
tidak mau kalah dengan keberhasilan sang ayah. Untuk pekerjaan ini, sunan
mengerahkan para penduduk hingga luar ibu kota agar membuat batu bata sebagai
tembok kraton dan membendung sungai Opak menjadi danau besar. Utusan VOC,
Rijklof van Goens mencatat bahwa ia sangat takjub dengan kraton Plered yang
seolah-olah mengapung di lautan. Untuk mencapai alun-alun sebelum ke istana,
orang harus melewati jembatan batang yang dibangun permanen.
Wafatnya
Amangkurat I, membuat Putra mahkota mempunyai modal besar menggantikan tahta
Mataram. Dengan bekal pusaka-pusaka kerajaan, beliau berusaha mengusir
gerakan Trunajaya dengan meminta dukungan VOC. Putra mahkota naik tahta
bergelar Sunan Amangkurat II (1677-1703).
Ibu kota Mataram dipindah, bergerak ke timur di Kartasura.
Karena P. Puger (adik Amangkurat II) tetap berdiam di istana Plered,
setelah Amangkurat I wafat. Beliau berpendapat bahwa dirinya yang berhak atas
tahta Mataram. Karena dirinya yang mendapat wahyu dari sang ayah
(Amangkurat I) bukan putra mahkota (Amangkurat II). Kejadian tersebut ketika P.
Puger menunggui ajal sang ayah.
Namun akhirnya P. Puger mengakui kekuasaan Amangkurat II di
Kartasura tahun 1680. setelah terjadi pertikaian alot. Meskipun pada masa-masa
sesudahnya, P. Puger tetap membara semangatnya untuk mencapai tahta Mataram.
Kelak akhirnya sang pangeran bertahta sebagai Sunan Paku Buwana I. Pemerintahan
Amangkurat II (1677-1703) di Kartasura dibangun dengan dukungan penuh VOC. Oleh
karena itu, dirinya terikat dengan segala macam permintaan VOC. Di sisi lain,
sang raja sangat melindungi para pejuang dalam melakukan perlawanan terhadap
VOC, diantaranya adalah Untung Suropati. Ia merupakan mantan perwira VOC
yang akhirnya memusuhi resimennya karena tindakannya yang sewenang-wenang.
Ketika VOC
meminta sang raja untuk menyambut Kapten Tack di Kartasura, muncullah
ambivalensinya. Meskipun Kapten Tack ini sangat berjasa dengan berhasil
membunuh P. Trunajaya di Kediri, namun karena sifatnya yang arogan di mata
sang raja, maka Amangkurat II sangat membenci Kapten Tack. Apalagi
kedatangannya ke kraton Mataram adalah untuk mengusir gerakan Untung Suropati. Untuk menutupi sikap ambivalensinya,
Amangkurat II menyambut baik kedatangan Kapten Tack di depan istana Kartasura.
Namun, beliau telah mengatur siasat dengan pasukan Suropati untuk menyamar
sebagai prajurit Mataram. Tiba-tiba terjadi huru hara di saat Kapten Tack
datang di istana yang menyebabkan dirinya terbunuh (Feb 1686). Sayang, tindakan
sunan tersebut diketahui oleh sang adik, P. Puger. Kelak beliau
menunjukkan bukti-bukti kuat kepada VOC soal keterlibatan sang raja dalam
peristiwa itu. Inilah senjata ampuh P. Puger dalam mendongkel tahta keturunan
Sunan Amangkurat II. Dalam kehidupan
seni budaya, dukungan kuat VOC telah mempengaruhi Amangkurat II
untuk menerapkan etiket Eropa di dalam istana. Tata cara adat sembah
untuk menghormat raja mulai diubah tidak dengan cara duduk bersila, melainkan
dengan berdiri tegak lurus tangan dan kaki, topi diletakkan di lengan. Ini
berlaku bagi orang-orang Eropa. Bahkan mereka diperkenankan duduk di bangku,
bukan duduk bersila di lantai seperti layaknya pada pejabat Mataram. Inilah
revolusi sosial yang mulai berlaku di istana Mataram.
Ketika Amangkurat
II wafat, tahta Mataram masih diteruskan oleh putra mahkota bergelar Amangkurat
III (1703-1708). Raja ini juga menggalang persahabatan dengan Untung Suropati,
seperti ayahnya. Sementara itu, di istana terjadi konflik lama. Sang paman, P.
Puger tetap ngotot menginginkan tahta. Dengan bukti-bukti kuat keterlibatan
Amangkurat II dan III soal wafatnya Kapten Tack, maka P. Puger dinaikkan tahta
sebagai raja Mataram oleh VOC, bergelar Sunan Paku Buwana I (1704-1719). Beliau
bertahta di Semarang. Amangkurat III
diserang oleh VOC dan Sunan PB I. Beliau melarikan diri ke Jawa Timur, akhirnya
dapat ditawan VOC (1708) kemudian diasingkan ke Sri Lanka. Sunan PB I kemudian
bertahta di Kartasura. Masa-masa pemerintahannya dibayar mahal dengan
menyerahkan daerah-daerah pesisir kepada VOC. Suatu kesalahan besar. Karena
sumber pendapatan Mataram berkurang drastis. Ianilah yang memancing konflik
intern berkepanjangan.
Kondisi
kerajaan tidak pernah stabil. Para pangeran merasa bahwa pengaruh dan kebijakan
VOC sangat menancap di Mataram. Terjadi beberapa pemberontakan yang dilakukan
para pembesar kerajaan yang tidak puas dengan kondisi pemerintahan. Keadaan ini
berlangsung terus bahkan hingga wafatnya Sunan PB I dan digantikan sang putra
dengan gelar Sunan Amangkurat IV (1719-1726). Catatan Belanda menunjukkan bahwa
Amangkurat IV seperti seorang raja yang telah ditinggalkan rakyatnya. Kerajaan
sangat rapuh, potensi perpecahan dan konflik intern merebak.
Bahkan hingga wafatnya, sang raja pengganti (Sunan PB II) mewarisi
kerapuhan tersebut. Sunan PB II (1726-1749) memegang tampuk pemerintahan dalam
usia muda belia, 16 tahun. Hal itulah yang membuat sang bunda, Ratu Amangkurat
IV yang mendukung VOC melakukan intervensi pada pemerintahannya. Sementara itu
patihnya, Danurejo sangat anti VOC.
Sebagaimana
sang ayah yang mewarisi kondisi kerajaan tidak solid, Sunan PB II pun
dirongrong oleh hutang-hutang yang harus dibayarkan kepada VOC. Bahkan kerajaan
mengalami perang besar, yaitu pemberontakan orang-orang Cina yang semula
terjadi di Batavia (1740) kemudian merembet hingga Kartasura. Perang yang
dikenal sebagai Geger Pacina ini telah membuat sunan bersama gubernur pesisir
van Hohendorff harus melarikan diri ke Jawa Timur karena istana Mataram
diduduki kaum pemberontak. Beruntung, VOC dapat menyusun kekuatan dan berhasil
menduduki kembali Kartasura tahun 1742. Namun kondisi istana yang sudah poranda
tidak layak sebagai ibukota kerajaan dan paham Jawa mengatakan bahwa istana
yang sudah diduduki musuh, tidak lagi suci sebagai ibukota. Dengan dukungan
VOC, Sunan PB II membangun istana baru. Desa Sala atau kemudian dikenal dengan
Surakarta Hadiningrat terpilih dari 3 alternatif yang diajukan dan sunan
mulai mendiaminya pada 1745(1746). Arsitek pembangunan kraton adalah adik
sunan, P. Mangkubumi (kelak bergelar Sultan HB I). Harga mahal yang harus
dibayar raja kepada VOC karena berhasil memadamkan perang pacina adalah
kesepakatan bahwa VOC memperoleh daerah pesisir, yaitu Madura, Sumenep dan
Pamekasan. Selain itu, VOC lah yang menentukan pejabat patih Mataram serta
penguasa pesisir. Akibat jatuhnya pesisir ke tangan VOC, para pejabat Mataram
geram. Bermunculan para pemberontak yang merongrong istana Surakarta
Hadiningrat. Diantaranya yang terkenal adalah pasukan Raden Mas Said (1746),
keponakan raja. Untuk memadamkan pemberontakan itu, sunan mengadakan sayembara
berupa pemberian tanah Sokawati bagi yang berhasil memadamkannya. Maka
tampillah adik raja, P. Mangkubumi. Dengan kemampuannya mengatur strategi
perang dan penguasaan medan yang jitu, akhirnya gerakan Mas Said dapat
ditumpas. Namun sunan mengampuni keponakannya itu.
Masalah
timbul, ketika dalam pertemuan agung kerajaan, langkah sunan hendak menyerahkan
hadiah tanah Sokawati kepada P. Mangkubumi dihalangi oleh patihnya, Pringgalaya
dan gubernur van Imhoff. Menurut gubernur VOC tersebut, Mangkubumi tidak layak
mendapat hadiah 4000 cacah. Seakan-akan hendak menandingi kekuasaan raja.
P. Mangkubumi kecewa, dipermalukan dihadapan umum oleh van Imhoff. Maka 19 Mei
1746, beliau berontak pada VOC , keluar dari Surakarta, lalu mendiami Sokawati
dengan kekuatan 2500 kavaleri (pasukan berkuda) serta 13000 anak buah dan
punggawa yang mendukungnya. Beliau melancarkan serangan kepada VOC di Grobogan,
Juana, Demak, Jipang (Bojonegoro). Pasukannya bertambah kuat dengan
bergabungnya RM. Said, sang keponakan yang sempat ditundukkannya. Persatuan
paman dan keponakan ini bahkan hampir menguasai istana Surakarta (1748).
Kondisi kerajaan yang tidak stabil membuat Sunan PB II jatuh sakit. Seakan sudah
pasrah dengan kerajaannya yang tidak solid, beliau menyerahkan Mataram kepada
gubernur Baron von Hohendorff (11 Desember 1749). Inilah kesalahan terbesar
yang dilakukan raja. Keputusan tersebut menyulut P. Mangkubumi untuk bergerak,
agar dapat menarik kembali kerajaan tetap dalam pangkuan dinasti Mataram.
Beliau mengangkat dirinya sebagai Sunan Pakubuwana di desa Bering, Yogyakarta
(12 des 1749). Tindakan ini sebagai langkah mendahului keponakannya (putra
mahkota PB II yang baru 16 tahun), yang akan dinaikkan tahta oleh VOC sebagai
Sunan PB III. Inilah babak baru periode kerajaan Mataram terbagi dua.
P.
Mangkubumi sebagai raja didampingi RM. Said sebagai patihnya. Kedua tokoh ini
merupakan dwi tunggal kekuatan yang sulit ditembus VOC maupun Surakarta
Hadiningrat dibawah PB III. Sayang persekutuan sultan dan patihnya yang juga
merupakan menantu, akhirnya pecah di tahun 1753 akibat benturan konflik pribadi
soal tahta Mataram yang masih dipegang Sunan PB III. VOC yang sudah lelah
dengan panjangnya peperangan, mulai menempuh jalur perundingan. Bahkan RM. Said
pernah menulis surat ke VOC bersedia berunding dengan syarat diangkat sebagai
sunan. Rupanya VOC tidak mengindahkannya, namun melirik pada P. Mangkubumi. VOC
mendekatinya bahkan mengganti pejabatnya yang tidak disukai P. Mangkubumi dalam
upaya perundingan, yaitu van Hohendorff. VOC menggantikannya dengan Nicolaas
Hartingh. Seorang Belanda yang sangat mengerti tata krama Jawa, pribadi yang
lebih disukai P. Mangkubumi. Dalam hal ini Hohendorff sadar diri, ia
tidak akan bisa kontak dengan Mangkubumi dan hal tersebut sangat merugikan VOC.
Selain itu, citranya sudah buruk di Surakarta. Oleh karena itu pengunduran diri
Hohendorff merupakan langkah maju bagi VOC guna membuka perundingan dengan P.
Mangkubumi.
Kesepakatan
tercapai melalui Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755). Menyatakan
Mataram dibagi dua. Sunan PB III tetap bertahta di Surakarta Hadiningrat dengan
kekuasaan meliputi : Ponorogo, Kediri, Banyumas. P. Mangkubumi bertahta di desa
Bering yang lebih dikenal dengan Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan wilayah
meliputi Grobogan, Kertasana, Jipang, Japan, Madiun. Sementara Pacitan dibagi
untuk keduanya, termasuk Kotagede dan makam Kerajaan Imogiri. Sunan PB
III yang tidak diikutkan dalam perundingan tersebut tidak dapat berbuat banyak,
hanya bisa menerimanya. Sementara itu, RM. Said semakin kecewa karena tidak
mendapatkan kekuasaan. Oleh karena itu dirinya semakin gencar melakukan
perlawanan baik kepada Sultan HB I, Sunan PB III, dan VOC. Merasa tidak
mampu menanganinya, VOC pun menawarkan jalan damai, melalui perundingan
Salatiga (1757). Dalam perundingan tersebut Mas Said menyatakan kesetiaannya
pada raja Surakarta Hadiningrat dan VOC. Sunan PB III memberikan tanah 4000
cacah dengan wilayah meliputi Nglaroh, Karanganyar, Wonogiri. Sementara, Sultan
HB I tidak memberikan apa-apa. Kemudian RM. Said dinobatkan sebagai adipati
Mangkunegara I. Kerajaannya bernama Mangkunegaran.
Demikianlah
kerajaan Mataram resmi terbagi dalam 3 kekuasaan yang diperintah Sunan PB III,
Sultan HB I, dan Mangkunegara I. Konflik antar pangeran mulai mereda, keamanan
relatif stabil. Namun dalam kedua perundingan yang telah disepakati tersebut
tidak dicantumkan hal pengganti tahta. Oleh karena itu masih terbuka peluang untuk
menyatukan tahta Mataram. MN I berharap akan tahta Surakarta. Oleh karena itu,
putranya (Prabu Widjojo) dinikahkan dengan putri PB III, GKR Alit. Meskipun
dari perkawinan tersebut lahir seorang putra, Namun harapan MN I pupus, karena
PB III kemudian mempunyai putra mahkota. Kelak putra Ratu Alit dan Prabu
Widjojo bertahta sebagai MN II. Demikian
pula upaya Mas Said menikah dengan GKR Bendara, putri sulung HB I. Sayang
sang putri menceraikannya (1763) yang kemudian menikah dengan P. Diponegara
(dari Yogyakarta). Oleh karena itu, terputuslah harapan Mangkunegara untuk
merajut tahta Mataram dalam satu kekuasaan tunggal. Bagaimanapun juga penyatuan
Mataram akan merumitkan VOC karena sukar mengendalikan satu kekuatan besar di
Jawa. Dengan terbagi-baginya kerajaan, maka akan mudah bagi VOC menancapkan
hegemoni dan superiornya di Tanah Jawa.
2.
Peninggalan – peninggalan Kerajaan Mataram Islam
1.
Gerbang Makam Kotagede
Inilah gerbang masuk makam Kotagede, di sini
nampak perpaduan unsur bangunan Hindu dan Islam.
2.
Masjid Makam Kotagede
Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak
peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang
bangunannya bercorak Jawa.
3.
Bangsal duda
Di sinilah tempat peziarah mendapatkan informasi
dari jurukunci makam yang berasal dari Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
Di tempat ini jugalah peziarah menanggalkan pakaiannya untuk berganti pakaian
peranakan jika hendak memasuki komplek makam.
4.
Kalang Obong
Upacara tradisional kematian orang Kalang,
upacara ini seperti Ngaben di Bali, tetapi kalau upacara Kalang Obong ini bukan
mayatnya yang dibakar melainkan pakaian dan barang-barang peninggalannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang.
3.2 Saran
Sebagai generasi Muda Bangsa Indonesia, Kita harus melestarika peninggalan - peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Islam, Sebab kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikannya, dan Kita terus memperdalam ilmu pengetahuan tentang sejarah, agar kita tau seperti apa kerajaan - kerajaan yang ada di Indonesia pada masa itu.
0 Response to "Makalah Kerajaan Mataram Islam"
Post a Comment