Makalah Kerajaan Sriwijaya Terbaru & Terlengkap
Makalah Kerajaan Sriwijaya Terbaru & Terlengkap ( Free Download Document ) |
MAKALAH SEJARAH INDONESIA
“ KERAJAAN SRIWIJAYA”
Disusun Oleh :
Harvey Pratama Putra (22)
Kelas :
XI RPL 3
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TEKNOLOGI
INFORMASI (SMK TI)
BALI GLOBAL DENPASAR
2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Adapun judul makalah yang
penulis ajukan adalah “KERAJAAN
SRIWIJAYA”
Penulisan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia. Dalam
mempersiapkan, menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, penulis tidak lepas dari berbagai
kesulitan dan hambatan yang dihadapi.
Penulis menyadari bahwa di dalam
makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan saran, kritik, serta masukannya yang bersifat membangun tentunya
demi perbaikan dan pengembangan di dalam menyusun makalah di masa mendatang.
Denpasar, Juli 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI
..........................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang............................................................................ 1
1.2 Rumusan
masalah....................................................................... 1
1.3 Tujuan......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Historiografi…………………………………………………… 2
2.2 Sumber Sejarah………………………………………………… 3
2.3 Kehidupan
Politik……………………………………………… 4
2.4 Struktur
Birokrasi……………………………………………… 5
2.5 Kehidupan
Ekonomi…………………………………………… 6
2.6 Kehidupan Sosial dan
Budaya………………………………… 7
2.7 Hubungan Regional dan Luar
Negeri………………………… 9
2.8 Masa Keemasan……………………………………………… 10
2.9 Masa Kemunduran…………………………………………… 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………… 12
3.2 Saran…………………………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Wilayah
Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh selat dan
laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran merupakan lalu lintas utama penghubung
antar pulau. Pelayaran ini dilakukan dalam rangka mendorong aktivitas
perdagangan. Pelayaran perdagangan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, bukan
hanya dalam wilayah Indonesia saja, tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah
Indonesia.
Pelayaran
dan perdagangan di Asia semakin ramai setelah ditemukan jalan melalui laut
antara Romawi dan China. Rute jalur laut yang dilalui dalam hubungan dagang
China dengan Romawi telah mendorong munculnya hubungan dagang pada
daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Indonesia. Karena posisi Indonesia
yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang China dengan Romawi, maka
terjadilah hubungan dagang antara Indonesia dan China beserta India.
Melalui
hubungan itu juga, berkembang kebudayaan-kebudayaan yang dibawa oleh para
pedagang di Indonesia. Dalam perkembangan hubungan perdagangan antara Indonesia
dan India, lambat laun agama Hindu dan Budha masuk dan tersebar di Indonesia
serta dianut oleh raja-raja dan para bangsawan. Dari lingkungan raja dan bangsawan
itulah agama Hindu-Budha tersebar ke lingkungan rakyat biasa.
Hindu-Budha
diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para
musafir dari India. Raja-raja dan para bangsawan yang pertama kali menganut
agama ini kemudian membangun kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
seperti Kerajaan Kutai yang terletak di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara
di Jawa Barat, Kerajaan Holing, Kerajaan Melayu di Sumatra Selatan dan berpusat
di Jambi, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan
Singasari, Kerajaan Bali dan Pajajaran, serta Kerajaan Majapahit.
Masing-masing
kerajaan tentu memiliki sejarah dan peninggalan-peninggalan yang harus kita
ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang terletak di
Sumatera Selatan dan beribukota di Palembang ini memiliki nilai sejarah yang
tinggi untuk kita ketahui seperti historiografi, sejarah berdirinya, lokasi
kerajaan, prasasti-prasasti peninggalan, hubungan regional dan luar negeri,
masa kejayaannya, masa kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan apa saja yang
terkandung dalam kerajaan ini.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?
b.
Di
mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?
c.
Dari
manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?
d.
Apa
sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya?
e.
Bagaimana
hubungan regional dan luar negeri Kerajaan Sriwijaya?
f.
Siapakah
raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya?
g.
Aspek
kehidupan apa saja yang terkandung di dalam Kerajaan?
h.
Apa
yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?
1.3 Tujuan
a.
Setelah
mempelajari makalah ini, pembaca diharapkan :
b.
Mengetahui
sejarah berdiri dan letak Kerajaan Sriwijaya.
c.
Mengetahui
bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.
d.
Mengetahui
silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya.
e.
Mengetahui
aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam pemerintahan Kerajaan
Sriwijaya.
f.
Mengetahui
dan mampu menjelaskan penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Historiografi
Nama Kerajaan : Sriwijaya
Ibukota : Palembang
Bahasa : Melayu Kuno, Sansekerta
Agama : Budha, Hindu
Pemerintahan : Monarki
Sejarah : 1. Didirikan pada tahun 600-an M
2. Invasi
Majapahit tahun 1300-an M
Mata Uang : Koin emas dan perak
Lokasi
Kerajaan : Sriwijaya merupakan
salah satu kerajaan besar yang pernah membawa kejayaan kepulauan Nusantara di
masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi hampir setiap
bangsa yang berada jauh di luar Indonesia mengenal Kerajaan Sriwijaya. Hal ini
disebabkan karena letak Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan jalur
perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah
jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-pedagang Cina dengan India
maupun Romawi.
George
Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le Royaume de Crivijaya
pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa Sriwijaya adalah nama
sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan bahwa
letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar pada anggapan
Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca,
Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah
Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi
atau sekitar kota Palembang sekarang.
Dari
tepian Sungai Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya semakin
meluas. Mencakup wilayah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa
bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya
hingga ke Tanah Genting Kra.
2.2 Sumber
Sejarah
Sumber-sumber
sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing
dan prasasti-prasasti.
·
Sumber
dari Luar Negeri
o
Sumber
Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China
pertama kali pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu
terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara
para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh
para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6
bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke
Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke
Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha
dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan
tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada
tahun 988 M.
o
Sumber
Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan
nama Sribuza, Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis
catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan
Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak.
Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana,
pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang
mendukung adalah ditemukannya perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat
tinggal sementara di pusat Kerajaan Sriwijaya.
o
Sumber
India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan
raja-raja dari kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan
Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan
sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti
tersebut dinyatakan bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan
membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib
membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan
Nalanda. Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan
Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang
terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra
Chola ingin menguasai Selat Malaka.
o
Sumber
lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa
Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi.
Sumber lain, yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai
Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau
Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti
itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan
atau gelar raja.
·
Sumber Lokal atau Dalam Negeri
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti
yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari
Kerajaan Sriwijaya sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu
Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
o
Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan yang
paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta
Hyang dari Minana dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200
peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan
prasasti ini berisi tentang penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada
Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka.
o
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 683 M itu
menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara
sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu,
Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu
kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis
untuk perdagangan.
o
Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu
menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta
Hyang.
o
Prasasti Karang Berahi
Prasasti berangka tahun 686 M itu
ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas
daerah itu.
o
Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu
menyebutkan tentang ibu kota Ligor yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran
perdagangan di Selat Malaka.
o
Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja
Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari
Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya.
Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui
haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan
bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk
membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
o
Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di sekitar
Palembang pada tahun 1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di
atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat
(mulut kecil tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti
ini digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para
calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang
dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk
upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat
kerajaan, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.
o
Negara Maritim
Dalam upaya mewujudkan cita-cita agar Sriwijaya
menjadi kerajaan Maritim, perluasan kerajaan dilakukan untuk menguasai jalur
perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda yang merupakan jalur perdagangan
dan pelayaran yang sangat penting. Keberhasilan Sriwijaya berkuasa atas semua
selat itu menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa tunggal jalur
aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.
Armada
Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran dan
perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk singgah di
pusat atau di bandar-bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya aktivitas
pelayaran dan perdagangan menjadikan Sriwijaya sebagai tempat pertemuan para
pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan
Sriwijaya semakin besar di lautan. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya
juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke China di
sebelah utara, dan Laut Merah serta Teluk Persia di sebelah barat.
2.3 Kehidupan
Politik
Salah
satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah melakukan perkawinan dengan
kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh
penguasa Sriwijaya, Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri
kedua raja Kerajaan Tarumanegara.
Saat
kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya memperluas daerah kekuasaannya
hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara, melalui kekuatan armada
lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas perdagangan antara India dan
Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya. Kekuatan armada terbesar Sriwijaya
juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Jawa, Brunei atau Borneo.
Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu menguasai seluruh jalur
perdagangan di Asia Tenggara.
Raja
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem pemerintahan Kerajaan
Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi raja Sriwijaya, yaitu :
1.
Samraj,
artinya berdaulat atas rakyatnya.
2.
Indratvam,
artinya memerintah seperti Dewa Indra yang selalu memberikan kesejahteraan bagi
rakyatnya.
3.
Ekachattra,
artinya mampu memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.
Berikut daftar silsilah para Raja
Kerajaan Sriwijaya :
1. Dapunta
Hyang Sri Yayanaga (Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M)
Berita mengenai raja ini
diketahui dari Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M dan Prasasti Talangtuo tahun
684 M. Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan,
Jambi. Sejak awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan
agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
2. Cri
Indrawarman (berita Cina, 724 M)
3. Rudrawikrama
(berita Cina, 728 M)
4. Wishnu
(Prasasti Ligor, 775 M)
5. Maharaja
(berita Arab, 851 M)
6. Balaputradewa
(Prasasti Nalanda, 860 M)
Pada
masa pemerintahan Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya.
Pada awalnya, Raja Balaputradewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (Jawa
Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra, antara
Balaputradewa dan Pramodhawarni (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan
(Dinasti Sanjaya), Balaputradewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu,
Raja Balaputradewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja
Dharma Setru (kakak dari ibu Balaputradewa) yang tidak memiliki keturunan,
sehingga kedatangan Raja Balaputradewa disambut baik. Kemudian ia diangkat
menjadi raja.
7. Cri
Udayadityawarman (berita Cina, 960 M)
8. Cri
Udayaditya (Berita Cina, 962 M)
9. Cri
Cudamaniwarmadewa (Berita Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
10. Maraviyatunggawarman
(Prasasti Leiden, 1044 M)
11. Cri
Sanggrama Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)
Pada
masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah
Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut
Kerajaan Sriwijaya. Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan. Namun, pada
masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama
Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.
2.4 Struktur
Birokrasi
Kerajaan
Sriwijaya menerapkan struktur birokrasi yang bersifat langsung, karena raja
berperan penting dalam pengawasan terhadap tempat-tempat yang dianggap
strategis. Raja dapat memberikan penghargaan terhadap penguasa daerah yang
setia dan sebaliknya dapat menjatuhi hukumanterhadap penguasa daerah yang tidak
setia kepada kerajaan.
Dalam
beberapa prasasti disebutkan tentang pelaksanaan suatu keputusan raja, lengkap
dengan perincian hadiah atau sanksi yang dapat diterima dalam suatu peristiwa.
Selain itu, ditemukan prasasti-prasasti yang mencatat masalah-masalah
penyelesaian hokum sengketa antarwarga. Hal yang menarik bahwa sebagian
prasasti memuat ancaman-ancaman atau kutukan-kutukan yang ditujukan kepada
keluarga raja itu sendiri. Walaupun kedengarannya aneh, namun ada pendapat yang
menganggap bahwa hal itu sangat mungkin terjadi, karena keluarga-keluarga raja
yang menjadi ancaman itu, kekuasaannya berada di luar pengawasan langsung dari
raja yang berkuasa.
2.5 Kehidupan
Ekonomi
Penguasaan
Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan pelayaran dan perdagangan Asia
Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti penting bagi perekonomian
kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang singgah untuk menambah air
minum, perbekalan makanan, istirahat, atau melakukan aktivitas perdagangan.
Karena bertambah ramainya kegiatan perdagangan di Selat Malaka, Sriwijaya
membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor yang dibuktikan
dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor tersebut bukan berarti
meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan hanya untuk melakukan
pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di Selat Malaka atau
menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang melalui Tanah
Genting Kra.
Menurut
catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga, pala, lada,
pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak,
kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu. Barang-barang tersebut dijual
atau dibarter dengan kain katu, sutera dan porselen melalui relasi dagang dengan
Cina, India, Arab dan Madagaskar.
2.6 Kehidupan
Sosial dan Budaya
Sriwijaya
yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha, serta merupakan pusat agama
Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Budha yang berkembang
di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha Mahayana. Menurut berita dari Tibet,
seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M)
untuk belajar agama Budha dari seorang guru bernama Dharmapala. Menurutnya,
Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar
India.
Peninggalan-peninggalan
Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia,
dan Thailand. Ini disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang
selalu berpindah-pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang
lama. Prasasti dan situs yang ditemukan di sekitar Palembang, yaitu Prasasti
Boom Baru (abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684
M), Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam
Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya
yang ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi
Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung,
Candi Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs
Muarojambi. Di Lampung, prasasti yang ditemukan adalah Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk
(Jabung). Di Riau, ditemukan Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha.
2.7 Hubungan
Regional dan Luar Negeri
Meskipun
catatan sejarah dan bukti arkeologi jarang ditemukan, tetapi beberapa menyatakan
bahwa pada abad ke-7, Sriwijaya telah melakukan kolonisasi atas seluruh
Sumatra, Jawa Barat, dan beberapa daerah di Semenanjung Melayu. Dominasi atas
Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute
perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap
kapal yang lewat. Palembang mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan
gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, Melayu, dan India.
Kerajaan
Jambi merupakan kekuatan pertama yang menjadi pesaing Sriwijaya yang akhirnya
dapat ditaklukkan pada abad ke-7 dan ke-9. Di Jambi, pertambangan emas
merupakan sumber ekonomi cukup penting dan kata Suwarnadwipa (pulau emas)
mungkin merujuk pada hal ini. Kerajaan Sriwijaya juga membantu menyebarkan
kebudayaan Melayu ke seluruh Sumatra, Semenanjung Melayu, dan Kalimantan bagian
Barat. Pada abad ke-11 pengaruh Sriwijaya mulai menyusut. Hal ini ditandai
dengan seringnya konflik dengan kerajaan-kerajaan Jawa, pertama dengan
Singasari dan kemudian dengan Majapahit. Di akhir masa, pusat kerajaan
berpindah dari Palembang ke Jambi.
Pada masa
awal, Kerajaan Khmer juga menjadi daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan
mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand sebagai ibu kota
terakhir kerajaan, walaupun klaim tersebut tidak mendasar. Pengaruh Sriwijaya
nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya. Setelah
kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya,
Thatong (Kanchanadit) dan Khirirat Nikhom.
Sriwijaya
juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, terutama dalam bidang
kebudayaan dan agama. Sebuah prasasti tertahun 860 M mencatat bahwa raja
Balaputradewa mendedikasikan seorang biara kepada Universitas Nalada, Pala.
Relasi dengan dinasti Chola di India selatan cukup baik dan menjadi buruk
setelah terjadi peperangan di abad ke-11. Selain dengan Kerajaan Pala,
Sriwijaya juga menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Cholamandala. Raja
Sriwijaya yakni Raja Sanggrama Wijayatunggawarman mendirikan sebuah biara (1006
M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya.
Namun, persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan membuat keduanya
bermusuhan.Raja Rajendra Chola melakukan serangan ke Kerajaan Sriwijaya sampai
dua kali. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami kegagalan. Pada serangan
kedua (1023 M) Kerajaan Chola berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting
Sriwijaya, bahkan Raja Sanggrama Wijayatunggawarman berhasil ditawan.
2.8 Masa
Keemasan
Pada
paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan naiknya
dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian,
Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi
Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis
Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban
kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.
2.9 Masa
Kemunduran
Tahun
1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan menaklukkan
Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola meneruskan penyerangan
dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke seluruh imperium Sriwijaya.
Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya, invasi tersebut telah
melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya beberapa wilayah
dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah kerajaan yang
berbasiskan pada pertanian.
Antara
tahun 1079 – 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya mengirimkan duta
besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi mengirimkan lebih
dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah pusat Sriwijaya telah
bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi. Ekspedisi Chola telah
melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya sebagai pusat kerajaan.
Berdasarkan
sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua
menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat
kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa
rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk
Budha. Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan
Sriwijaya ingin melepaskan diri, antara lain Kien-pi (Kampe, di utara Sumatra)
dan beberapa koloni di semenanjung Malaysia. Pada masa itu wilayah Sriwijaya
meliputi; Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Trengganu), Ling-ya-ssi-kia
(Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-t’ing (Jelutong),
Ts’ien-mai, Pa-t’a (Batak), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi
(Grahi, bagian utara semenanjung Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t’o
(Sunda), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), and Si-lan (Srilanka).
Pada
tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan Palembang
dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit pengganti
Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan tanggung jawab
tersebut kepada Pangeran Adityawarman, seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada
tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi pemberontakan
tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan Sumatra sering terjadi kekacauan
dan pengrusakan.
Kedudukan
Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga
memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah
utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai
daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah
Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan lemahnya kegiatan
pelayaran dan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya.
Di masa
berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat tertutupnya
akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan perdagangan
kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya Islam ke Aceh
yang disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir abad ke-13,
Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra berpindah agama Islam.
Maka
sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan
wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan
lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M.
Pada
tahun 1402, Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan Kesultanan
Malaka di Semenanjung Malaysia.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerajaan
Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan
dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India. Kerajaan Sriwijaya adalah
kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari sebutan negara
maritimnya. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti
peninggalan kerajaan baik di dalam maupun di lur negeri serta dari
berita-berita asing.
3.2 Saran
Dari keberadaanya
kerajaan Sriwijaya di wilayah kita pada masa yang lalu. Maka kita wajib
mensyukurinya. Rasa syukur tersebut dapat di wujudkan dalam sikap dan perilaku
dengan hati yang tulus serta di dorong rasa tanggung jawab yang tinggi untuk
melestarikan dan memelihara budaya nenek moyang kita. Jika kita ikut
berpartisipasi dalam menjamin kelestariannya berarti kita ikut mengangkat
derajat dan jati diri bangsa. Oleh karena itu marilah kita bersama – sama
menjaga dan memelihara peninggalan budaya bangsa yang menjadi kebanggaan kita
semua
DAFTAR PUSTAKA
Untuk kalian yang ingin mendowload versi doc (document) bisa langsung klik dokumen dibawah ini :
Makalah Kerajaan Sriwijaya by harvey putra on Scribd
0 Response to "Makalah Kerajaan Sriwijaya Terbaru & Terlengkap ( Free Download Document )"
Post a Comment