Makalah Kerajaan Pajang Terlengkap & Terbaru
Makalah Kerajaan Pajang Terlengkap dan Terbaru |
MAKALAH SEJARAH INDONESIA
“ KERAJAAN PAJANG”
Disusun Oleh :
Harvey Pratama Putra (22)
Kelas :
XI RPL 3
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN TEKNOLOGI
INFORMASI (SMK TI)
BALI GLOBAL DENPASAR
2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya. Adapun judul makalah yang
penulis ajukan adalah “KERAJAAN PAJANG”
Penulisan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia. Dalam
mempersiapkan, menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, penulis tidak lepas dari berbagai
kesulitan dan hambatan yang dihadapi.
Penulis menyadari bahwa di dalam
makalah ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan saran, kritik, serta masukannya yang bersifat membangun tentunya
demi perbaikan dan pengembangan di dalam menyusun makalah di masa mendatang.
Denpasar, Juli 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan
masalah
1.3 Tujuan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Bedirinya Kerajaan Pajang
2.2 Aspek Kehidupan Kerajaan Pajang
2.3 Raja - Raja yang Memerintah
Kerajaan Pajang
2.4 Masa Kejayaan Kerajaan Pajang
2.5 Masa Kemunduran Kerajaan Pajang
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebelum
berdirinya kerjaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
yang cukup kokoh dan tangguh,bahkan sampai saat ini hasil peradabannya masih
dapat disaksikan. Misalnya Candi Borobudur dan Candi Roro Jonggrang di desa
Prambanan. Dan wajarlah jika Vlekke menyebut kerajaan-kerajaan pra-Islam,
khususnya Singasari dan Majapahit, sebagai Empire Builders of Jawa.
Setelah
agama Islam datang di Jawa kerajaan Majapahit semakin lama semakin merosot
pengaruhnya di kalangan masyarakat. Sehingga terjadilah pergeseran di bidang
politik. Menurut Sartono, Islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi
sangat cepat, yang merupakan hasil dakwah para wali sebagai perintis dan
penyebar agama Islam di Jawa. Di samping kewibawaan rohaniah, para wali juga
berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang memegang pemerintahan.
Politik
yang paling menonjol yang di perankan oleh para wali adalah perpindahannya
kerajaan Demak yang semula berkedudukan di kota-kota pantai, ternyata tidak
dapat di pertahankan oleh penerusnya. Akhirnya, pusat aktivitas politiknya
pindah kepedalaman yang semula kuat kehinduannya. Dan dari sinilah proses islamisasi bermula di pedalaman kerajaan Islam Pajang
yang di pandang sebagai pewaris dari kerajaan Islam Demak. Demikianlah
perjuangan para wali sanga dan penguasa kerajaan Islam dalam menyebarkan agama
Islam di Jawa, sehingga tidak mungkin membicarakan penyebaran Islam tanpa
membicarakan keduanya pula.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana
berdirinya kerajaan pajang?
1.2.2
Bagaimana
aspek sosial budaya, ekonomi dan politik pada masa itu?
1.2.3
Siapa
saja raja yang memerintah kerajaan pajang?
1.2.4
Kapan
masa kejayaan Kerajaan Padang ?
1.2.5
Kapan
masa kemunduran Kerajaan Padang ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk
memaparkan bagai mana asal-usul berdirinya kerajaan pajang.
1.3.2
Untuk
mendeskripsikan siapa saja yang pernah menjadi raja di kerajaan pajang.
1.3.3
Untuk
mengetahuui aspek kehidupan Kerajaan Pajang
1.3.4
Untuk
mengetahui masa kejayaan dan kemunduran Kerajaan Pajang
BAB II
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah
Bedirinya Kerajaan Pajang
Kerajaan pajang adalah kerajaaan
islam yang ada di Jawa, meskipun pemerintahannya tidak begitu lama tetapi
kerajaan pajang pernah berkuasa.
Kerajaan pajang mestinya muncul sebelum runtuhnya kerajaan Majapahit. Karena
Majapahit masih bebrkuasa maka kareajaan pajang belum begitu diperhatikan. Pada
abad ke-14 Pajang sudah disebut dalam kitab Negarakertagama karena dikunjungi
oleh Hayam Wuruk dalam perjalanannya memeriksa bagian Barat. Antara abad ke-11
dan 14 di Jawa Tengah Selatan tidak ada Kerajaan tetapi Majapahit masih berkuasa
sampai kesana. Sementara itu, di Demak mulai muncul Kerajaan kecil yang
didirikan oleh tokoh-tokoh beragama Islam. Namun, sampai awal abad ke-16
kewibawaan raja Majapahit masih diakui.
Setelah Majapahit mengalami
kemunduran atau lebih tepatnya pada akhir abad ke 17 dan awal abad ke 18 para
penulis kertasura menuliskan asal-usul
kerajaan pajang. Kerajaan Pajang adalah kerajaan islam di Jawa yang didirikan
oleh Jaka Tingkir. Kerajaan pajang terletak di pengging yang dulunya dipimpin
oleh Ki Ageng Pengging selaku Bupati. Yang kemudian dihukum mati oleh raja
Demak karena dugaan ingin berontak terhadap kerajaan Demak. Setelah dewasa Jaka
Tingkir mengabdikan diri ke Demak, karena kepandaiannya ia diangkat menjadi
menantu oleh Sultan Trenggono.
Setelah sultanTrenggono meninggal
terjadi perebutan kekuasaan ataran pangeran Sekar Sedolepan dengan Sunan
Prawoto. Setelaha sunan Prawoto menjadi raja beliau berhasil dibunuh oleh Arya
Penangsang anak Pangeran Sekar Sedolepan tetapi Arya Penangsang berhasil dikalahkan
oleh Jaka tingkir yang kemudian dinobatkan menjadi raja dengan nama Hadiwijaya
dan beliau memindahkan semua daerah kekuasaan ke Pajang. Ada tiga raja yang
pernah memimpin kerajaan pajang, raja pertama adalah Hadiwijaya pendiri
kerajaan Pajang itu sendiri. Yang kedua adalah Arya Pangiri anak angkat
sekaligus menantunya yang awalnya memimpin Demak. Yang ketiga adalah pangeran
Benawa anak kandung Hadiwijaya yang kemudain merebut kekuasaan dari tangan Arya Pangiri.
Kerajaan Pajang dipuncak masa keemasan pada
masa kepemimpinan Hadiwijaya, dimana beliau dapat membuat para Raja penting di
Jawa timur mengakui kekuasaanya. Beliau berhasil memperluas daerahnya. Selain
memperluas dearahnya Pajang mempunyai lumbung padi yang besar karena irigasinya
berjalan lancar. Dalam aspek sosial budaya dan ekonomi Pajang mengalami
kemajuan. Dibidang sosial Budaya, kebudayaan yang semula sudah berkembang di
Demak dan Jepara menyebar kepedalaman begitupun dengan agama islam yang
perlahan menyebar di pedalaman dan pesisir pantai utara dan masyarakat Pajang
menjalankan syariat islam dengan sungguh-sungguh. Dalam aspek ekonomi pertanian
maju dengan pesat, memiliki lumbung padi yang besar bahkan Pajang sudah
melakukan eksport beras melalui perniagaan bengawan solo.
Untuk aspek politik sendiri
banyak sekali perselisihan karena perebutan kekuasaan, wali sanga yang dulunya
berperan penting pada masa kerajaan Demak bahkan ikut menentukan keputusan
politik kerajaan Demak tetapi pada masa kerajaan pajang wali sanga juga masih
berperan tapi tidak begitu kental ditambah Sunan Kalijaga meminta kepada sunan
kudus agar para wali tidak ikut campur karena sebagai orang tua dan penyebar
agama tidak sepantasnya ikut berkelahi merebutkan kekuasaan. Banyak sekali
pihak luar yang ikut campur dengan perselisihan perebutan kekuasaan. Pajang
dulunya adalah daerah Pengging, Jaka Tingkir adalah anak dari Kebo Kenanga atau
Ki Ageng Pengging yang menjadi bupati di pengging (Hendra 2012). Jadi
sebenarnya Pajang dulunya adalah daerah pengging yang bupatinya adalah Ki Ageng
Pengging. Ki Ageng pengging yang akhirnya dihukum mati oleh raja demak karena
dianggap akan memberontak kerajaan Demak dan untuk menklukkan pengging maka
dihukum matilah ki Ageng pengging.
Jaka Tingkir yang dulunya menjadi
seorang tamtam di jerajaan Demak di
bawah pemerintah Pangeran trenggana, karena keahlianya ia dijadikan meenanntu
oleh Sultan Demak(Marwati Djoened Poesponegoro 2010:55). Sepeninggal Sultan
Trenggono, Demak mengalami kemunduran. Terjadi perebutan kekuasaan antara
Pangeran Sekar Sedolepen, saudara Sultan Trenggono yang seharusnya menjadi raja
dan Sunan Prawoto, putra sulung Sultan Trenggono. Sunan Prawoto kemudian
dikalahkan oleh Arya Penangsang, anak Pengeran Sekar Sedolepen.
Namun, Arya Penangsang pun kemudian
dibunuh oleh Joko Tingkir, menantu Sultan Trenggono yang menjadi Adipati di
Pajang (Aprilia Kirana, 2012). Jaka Tingkir menyuruh Ki Ageng Panjawi, Ki Ageng
Pemanahan, Ngabei Loring Pasar, dan Juru Martani untuk menyerang Arya
Penangsang. Dengan kemenangan tersebut
lalu berpindahlah kekuasaan Demak ke Pajang yang dipimpin oleh Jaka Tingkir
atau Hadiwijaya (Hendra, 2012). Keberhasilan jaka tingkir mengalahkan Arya
Penangsang membawa kemujuran dalam hidupnya. Setelah ia mengalahkan Arya
penangsang ia dinobatkan menjadi raja demak yang kemudian pusat pemerintahanya
di pindahkan ke Pajang hingga akhirnya menjadi kerajaan Pajang.
3.2 Aspek
Kehidupan Kerajaan Pajang
·
Aspek Sosial Budaya
Pada zaman Pakubuwono I dan
Jayanegara bekerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian
sehingga Pajang menjadi lumbung beras
pada abad ke-16 sampai abad 17, kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi
kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang
cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam dengan
sungguh-sungguh.
·
Aspek Ekonomi
Pada zaman Paku Buwono 1 (1708)
ketika Ibukota Mataram masih ada di Kartasura, ada kerjasama yang baik antara
Surakarta pusat dengan Jayengrana bupati Surabaya. Pada masa itu seluruh Jawa
Timur kompak dalam mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1 dan Jayengrana.
Pajang mengalami kemajuan di
bidang pertanian sehingga menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17. Lokasi
pusat kerajaaan Pajang ada di dataran rendan tempat bertemunya sungai Pepe dan
Dengkeng (ke dua-duanya bermata air di lereng gunung Merapi) dengan bengawan
sala. Irigasi berjalan lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup untuk
mengairi sehingga pertanian di Pajang maju.
Di zaman Kerajaan Demak baru
muncul, Pajang telah mengekspor beras dengan mengangkutnya melalui perniagaan
yang berupa Bengawan Sala. Sejak itu Demak sebagai negara maritim menginginkan
dikuasainya lumbung-lumbung beras di pedalaman yaitu Pajang dan kemudian juga mataram,
supaya dengan cara demikian dapat berbentuk negara ideal agraris maritim.
·
Aspek Politik
Arya Penangsang membuat saluran
air melingkari Jipang Panolan dan dihubungkan dengan Bengawan Solo. Karena pada sore hari air Bengawan Solo
pasang maka air di saluran juga mengalami pasang. Oleh karena itu saluran
tersebut dikenal dengan nama Bengawan Sore. Sebetulnya Arya Penangsang sudah
tidak berhak mengklaim tahta Demak kepada Sultan Hadiwijaya, karena Pajang
adalah sebuah kerajaan tersendiri. Akan tetapi dendamnya kepada putera dan
mantu Sultan Trenggono belum pupus. Dia kembali mengirim pembunuh gelap untuk
membunuh Sultan Hadiwijaya, mengulangi keberhasilan pembunuhan terhadap Sunan
Prawata. Akan tetapi pembunuhan tersebut tidak berhasil.
Dikisahkan Sunan Kalijaga memohon
kepada Sunan Kudus agar para sepuh, Wali sebagai ulama dapat menempatkan diri
sebagai orang tua. Tidak ikut campur dalam urusan “rumah tangga” anak-anak.
Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan persoalanya sendiri.
Dan yang sepuh sebagai pengamat. Sunattulah akan berlaku bagi mereka berdua,
‘Sing becik ketitik sing ala ketara’. Wali lebih baik mensyi’arkan agama tanpa
menggunakan kekuasaan. Biarkanlah urusan tata negara dilakukan oleh ahlinya
masing-masing. Wali adalah ahli da’wah bukan ahli tata negara. Jangan
sampai para Wali terpecah belah karena
berpihak kepada salah satu diantara mereka. Apa kata rakyat jelata, jika
melihat para Wali ‘udreg-udregan’, sibuk berkelahi sendiri.
Hampir semua Guru menyampaikan:
“Setelah tidak ada aku nanti, mungkin pentolan-pentolan kelompokku sudah tidak
punya ‘clash of vision’, tetapi mereka tetap punya ‘clash of minds’, ‘clash of
egoes’, mereka merasa bahwa tindakan yang dipilihnya benar menurut
pemahamannya, dan kalian akan melihat banyaknya aliran muncul”. seandainya Guru
masih hidup maka kebenaran dapat ditanyakan dan tidak akan ada permasalahan.
Mereka yang gila kekuasaan menggunakan pemahaman terhadap wasiat Guru sebagai
alat untuk membangun kekuasaan. Yang terjadi bukan perang berdasarkan perbedaan
keyakinan, tetapi perebutan kekuasaan
menggunakan perbedaan pemahaman atau keyakinan sebagai alat yang ampuh.
Dikisahkan Sunan Kudus sebagai
Guru Sultan Hadiwijaya, mengundang Sultan untuk dating. ke Kudus untuk
mendinginkan suasana. Pada saat itu terjadi perang mulut antara Arya Penangsang
dan Sultan Hadiwijaya dan mereka saling menghunus keris. Konon Sunan Kudus
berteriak: “Apa-apaan kalian! Penangsang cepat sarungkan senjatamu, dan
masalahmu akan selesai!” Arya Penangsang patuh dan menyarungkan keris ‘Setan
Kober’nya. Setelah pertemuan usai, konon Sunan Kudus menyayangkan Arya
Penangsang, maksud Sunan Kudus adalah menyarungkan keris ke tubuh Sultan
Hadiwijaya dan masalah akan selesai.
Akhirnya Arya Penangsang dengan
kuda ‘Gagak Rimang’nya dipancing dengan kuda betina Sutawijaya yang berada di
luar Bengawan Sore atas saran penasehat Ki Gede Pemanahan dan ki Penjawi. Dan,
Arya Penangsang menaiki ‘Gagak Rimang’
yang bersemangat menyeberangi Bengawan Sore. Begitu berada di luar Bengawan
Sore kesaktian Arya Penangsang berkurang
yang akhirnya dia dapat terbunuh. Atas jasanya Ki Penjawi diberi tanah di Pati
dan Ki Gede Pemanahan diberi tanah di Mentaok, Mataram. Sutawijaya adalah putra
Ki Gede Pemanahan dan merupakan putra angkat Sultan Hadiwijaya sebelum putra
kandungnya, Pangeran Benawa lahir.
Sutawijaya konon dikawinkan dengan putri Sultan sehingga Sutawijaya yang
akhirnya menjadi Sultan Pertama Mataram
yang bergelar Panembahan Senopati, anak keturunannya masih berdarah Raja
Majapahit.
3.3 Raja
- Raja yang Memerintah Kerajaan Pajang
·
Jaka Tingkir
Nama aslinya adalah Mas Karèbèt,
putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya
sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir. Kedua
ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng
Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng
Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kesultanan Demak.
Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai
Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil
sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir). Mas Karebet
tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru
pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan
dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng
Pemanahan, dan Ki Panjawi. Silsilah Jaka Tingkir :
Ø
Andayaningrat
(tidak diketahui nasabnya) + Ratu Pembayun (Putri Raja Brawijaya)→ Kebo kenanga
(Putra Andayaningrat) + Nyai Ageng Pengging→ Mas Karebet/Jaka Tingkir.
Meski dalam Babad Jawa, Adiwijaya
lebih dilukiskan sebagai Raja yang serba lemah, tetapi kenyataannya sebagai
ahli waris Kerajaan Demak ia mampu menguasai pedalaman Jawa Tengah dan Jawa
Timur dengan baik. Perpindahan pusat Kerajaan ke pedalaman yang dilanjutkan
lagi oleh Raja Mataram berpengaruh besar atas perkembangan peradaban Jawa pada
abad ke-18 dan 19.
Daerah kekuasaan Pajang mencakup
di sebelah Barat Bagelen (lembah Bogowonto) dan Kedu (lembah Progo atas). Di zaman Adiwijaya memerintah Pajang, yaitu
pada tahun 1578 seorang tokoh pemimpin Wirasaba, yang bernama Wargautama
ditindak oleh pasukan-pasukan kerajaan dari pusat. Berita dari Babad Banyumas
ini menunjukkan masih kuatnya Pajang menjelang akhir pemerintahan Adiwijaya.
Kekuasaan Pajang ke Timur meliputi wilayah Madiun dan disebutkan bahwa Blora
pada tahun 1554 menjadi rebutan antara
Pajang dan Mataram.
Ada dugaan bahwa Adiwijaya sebgai
raja islam berhasil dalam diplomasinya sehingga pada tahun 1581, ia diakui oleh
raja-raja kecil yang penting dikawasan Pesisir Jawa Timur. Untuk peresmiannya
pernah diselenggarakan pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, hadir
pada kesempatan itu para Bupati dari Jipang, Wirasaba (Majaagung), Kediri,
Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem,Tuban, dan Pati. Pembicara yang mewakili
tokokh-tokoh Jawa Timur adalah Panji Wirya Krama, Bupati Surabaya. Disebutkan
pula bahwa Arosbaya (Madura Barat) mengakui Adiwijaya sehubunga dengan itu
bupatinya bernama Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.
·
Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan
Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya Penangsang tahun 1549. Ia
kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya Penangsang kemudian tewas
oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang.
Sejak
itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya.
Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua
Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai bupati Demak. Sepeninggal Sultan
Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan takhta di Pajang. Putra
mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan
Sunan Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada
istri Pangiri, sehingga tidak pantas menjadi raja.
Pangeran
Benawa yang berhati lembut merelakan takhta Pajang dikuasai Arya Pangiri
sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati Jipang Panolan (bekas negeri Arya
Penangsang). Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu
dikoreksi, karena Sunan Kudus sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh
yang mendukung Arya Pangiri tersebut adalah penggantinya, yaitu Panembahan
Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal
tahun 1583 bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha
untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Dia
melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia
bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali,
Bugis, dan Makassar untuk menyerbu Mataram.
Arya Pangiri juga berlaku tidak
adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk
menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih
oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah
menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke
Jipang mengabdi pada Pangeran Benawa.
·
Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah raja
ketiga Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1586-1587, bergelar Sultan
Prabuwijaya. Pangeran Benawa adalah
putra Sultan Hadiwijaya alias Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak kecil ia
dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan
Kesultanan Mataram. Pangeran Benawa memiliki putri bernama Dyah Banowati yang
menikah dengan Mas Jolang putra Sutawijaya. Dyah Banowati bergelar Ratu Mas
Adi, yang kemudian melahirkan Sultan Agung, raja terbesar Mataram.
Selain
itu, Pangeran Benawa juga memiliki putra bernama Pangeran Radin, yang kelak
menurunkan Yosodipuro dan Ronggowarsito, pujangga-pujangga besar Kasunanan
Surakarta. Pangeran Benawa dikisahkan sebagai seorang yang lembut hati. Ia
pernah ditugasi ayahnya untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya terhadap Pajang.
Waktu itu Benawa berangkat bersama Arya Pamalad (kakak iparnya yang menjadi adipati
Tuban) dan Patih Mancanegara. Sutawijaya menjamu ketiga tamunya dengan pesta.
Putra sulung Sutawijaya yang bernama Raden Rangga tidak sengaja membunuh
seorang prajurit Tuban, membuat Arya Pamalad mengajak rombongan pulang. Sesampai
di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, bahwa Mataram berniat
memberontak terhadap Pajang. Sementara itu Benawa melaporkan kebaikan
Sutawijaya, bahwa terbunuhnya prajurit Tuban karena ulahnya sendiri.
Sutawijaya
akhirnya terbukti memerangi Pajang tahun 1582, dan berakhir dengan kematian
Sultan Hadiwijaya. Pangeran Benawa yang seharusnya naik takhta disingkirkan
oleh kakak iparnya, yaitu Arya Pangiri adipati Demak. Benawa kemudian menjadi
adipati Jipang Panolan. Pada tahun 1586 ia bersekutu dengan Sutawijaya untuk
menurunkan Arya Pangiri dari takhta, karena kakak iparnya itu dianggap kurang
adil dalam memerintah. Dikisahkan, Arya
Pangiri hanya sibuk menyusun usaha balas dendam terhadap Mataram. Orang-orang
Demak juga berdatangan, sehingga warga asli Pajang banyak yang tersisih.
Akibatnya, penduduk Pajang sebagian menjadi penjahat karena kehilangan mata
pencaharian, dan sebagian lagi mengungsi ke Jipang.
Persekutuan
Benawa dan Sutawijaya terjalin. Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berhasil
mengalahkan Pajang. Arya Pangiri dipulangkan ke Demak. Benawa menawarkan takhta
Pajang kepada Sutawijaya. Namun Sutawijaya menolaknya. Ia hanya meminta
beberapa pusaka Pajang untuk dirawat di Mataram. Sejak itu, Pangeran Benawa
naik takhta menjadi raja baru di Pajang bergelar Sultan Prabuwijaya.
3.4 Masa
Kejayaan Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang merupakan
Kerajaan Islam pertama yang letaknya berada di daerah pedalaman Jawa. Pada saat
Kerajaan Islam Pajang berdiri, kekuasaan hanya ada di sekitaran sekitar Jawa
Tengah. Hal ini terjadi karena ketika kerajaan Islam Demak mengalami
kemunduran, banyak wilayah di Jawa Timur yang mulai melepaskan diri. Namun
kemudian pada tahun 1586 M, Sultan Hadiwijaya beserta beberapa adipati yang ada
di Jawa Timur kemudian dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prepen. Nah,
pada pertemuan tersebut kemudian para adipati di Jawa Timur mengakui kedaulatan
Kerajaan Pajang atas kadipaten yang ada di Jawa Timur.
Kerajaan Islam Pajang sendiri
mengalami masa keemasan atau masa kejayaan kerajaan Pajang adalah pada masa
Sultan Hadiwijaya. Ada banyak pencapaian yang berhasil diraih pada masa Sultan
Hadiwijaya. Perpindahan kekuasaan Islam Demak ke Pajang sendiri seakan menjadi
sebuah simbol dari kemenangan Islam kejawen atas Islam ortodok pada masa itu.
3.5 Masa
Kemunduran Kerajaan Pajang
Sepulang dari perang, Sultan
Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Terjadi persaingan antara putra dan
menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya.
Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya
disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang
terabaikan. Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang,
merasa prihatin. Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya
menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Sultan
Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang
berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu
Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan
Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang
menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram.
Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya.
Sutawijaya sendiri mendirikan Kesultanan Mataram di mana ia sebagai raja
pertama bergelar Panembahan Senopati Kalingga atau Ho-ling (sebutan dari sumber
Tiongkok) adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu yang muncul di Jawa Tengah
sekitar abad ke-6 masehi. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan
berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang.
Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur, kebanyakan diperoleh
dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan naskah Carita
Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada abad ke-16 menyinggung
secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan Kerajaan Galuh.
Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari
sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang
dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesultanan
kerajaan Pajang adalah pelajut atau pewaris tahta dari kerajaan Islam di Demak.
Kesultanan Pajang yang di pimpin oleh Jaka Tingkir dari pengging ini. Ia adalah
seorang raja pertama kali, semenjak ia memimpin kerajaan Pajang kerajaan ini
terkenal serta di akui kedaulatannya oleh kerajaan lain yang dulunya berada di
bawah kekuasaan kerajaan Demak. Sebelum kerajaan ini berdiri, Demak adalah
kerajaan yang kuat dari beberpa kerajaan yang ada di tanah nusantara. Namun
pada masa pemerintahan Prawoto ia di bunuh oleh orang bayaran Arya Penangsang,
sedangkan Arya Penangsang juga terbunuh oleh Jaka Tingkir.
Setelah
itu, Jaka Tingkir memerintahkan agar semua benda pusaka Demak di pindahkan ke
Pajang. Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di tanah Jawa, ia bergelar
Sultan Adiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru,
titik politik pesisir (Demak) menuju ke pedalaman. Peralihan politik itu
membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa. Hal
ini berdampak kecemburuan putra mahkota yaitu Pangeran Benawa. Lalu ia
memberontak pada kerajaan Pajang dan akhirnya di menangkan Pangeran Benawa atas
bantuanSenopati dari Mataram. Pangeran Benawa menjabat pemerintahan selama satu
tahun dan kerajaan ini di jadikan sebagai negeri bawahan Mataram.
3.2 Saran
Dari keberadaanya
Kerajaan Pajang di nusantara pada masa yang lalu. Maka kita wajib
mensyukurinya. Rasa syukur tersebut dapat di wujudkan dalam sikap dan perilaku
dengan hati yang tulus serta di dorong rasa tanggung jawab yang tinggi untuk
melestarikan dan memelihara budaya nenek moyang kita. Jika kita ikut
berpartisipasi dalam menjamin kelestariannya berarti kita ikut mengangkat
derajat dan jati diri bangsa. Oleh karena itu marilah kita bersama – sama
menjaga dan memelihara peninggalan budaya bangsa yang menjadi kebanggaan kita
semua
DAFTAR PUSTAKA
Untuk kalian yang ingin mendowload versi doc (document) bisa langsung klik dokumen dibawah ini :
Makalah Kerajaan Pajang by harvey putra on Scribd
0 Response to "Makalah Kerajaan Pajang Terlengkap & Terbaru ( Free Download Document )"
Post a Comment